Istilahnya adalah tarwiyah. Hari tarwiyah dilaksanakan sebelum berkumpul di Arafah. jadi pelaksanaan tarwiyah 9 dzulhijjah. Sebetulnya mabit di Mina adalah sunnah. Tapi sejak jauh hari, keinginan kami sangat kuat untuk mabit di Mina sebelum ke Arafah. Di tanah air, kebetulan kelompok haji kami tidak melaksanakan mabit di Mina. Jadilah kami mencari-cari informasi, mana KBIH lain yang melaksanakannya. Alhamdulillah dapat.
Ternyata bagi KBIH ini mabit di Mina juga perjuangan, karena pemerintah Arab ternyata tidak memberi fasilitas untuk jamaah yang berniat ke mina sebelum ke Arafah. Siapapun yang ingin mabit di Mina harus mencari angkutan sendiri. Atau jika tidak dapat, bisa juga jalan kaki. Cuma, karena pertimbangan tenaga dan kondisi diri sendiri serta mas nang, kami tidak dapat membayangkan untuk jalan kaki. kepastian bisa atau tidaknya ke Mina, didapat di detik-detik akhir prosesi Haji.
Sehari sebelumnya hari H yaitu tanggal 8 dzulhijjah kami dihubungi, kami harus siap pk 4. 00 dini hari. Yak, persiapan dicek kembali. tas, baju ihrom, obat, dll, oke semua. Untuk menghemat tenaga kamisholat 5 waktu di masjid dekat penginapan saja, tidak lagi di masjidil Haram. Menghemat tenaga untuk yang wajib.
Ternyata, pk 1.00 malam kami dihubungi. Harus berangkat sekarang. Jadilah perlombaan persiapan. mandi, pakai baju ihrom dan sholat. Tapi setelah turun, kami baru tahu, kami sudah ditinggal rombongan. Hati jadi ciut, tapi masih berharap. Rupanya orang setempat/orang Arab yang mengurusi perjalanan ini bertanggung jawab. Dia bersedia memberikan kendaraan untuk menyusul rombongan. Apalagi ternyata ada sepasang suami-istri dari kelompok lain yang juga tertinggal. Kami naik taksi untuk menyusul. Gratis. Nggak enak juga naik bis dilihat orang-orang. Kita yang menumpang, malah menyuruh mereka yang menunggu. Yah, maaf. belakangan kami tahu penyebabnya. Pemerintah Arab mengeluarkan peraturan, kendaraan tidak bertanda resmi, dilarang masuk mina pk 2.00. Alhamdulillah bisa ikut.
Sampai di tenda kembali berdesak-desakan. Karena ada tambahan, maka tenda KBIH ini jadi terasa sempit sekali. Tapi semangat iman, membuat semuanya ikhlas dan terasa nyaman.
Tidak ada kegiatan khusus saat tarwiyah atau mabit di Mina. Ya, cuma duduk, ngobrol atau seperti biasa ngaji. Sholat wajib berjamaah setelah itu mendengarkan ceramah atau dongeng dari pembimbing KBIH itu. Maaf, dibilang mendongeng, karena kenyataannya pembimbing mendongeng/bercerita tentang dongeng-dongeng umum yang sebagian besar sudah pernah kita dengar sebelumnya.
Besoknya lihat-lihat situasi di luar areal tenda. Banyak juga yang mabit di Mina. Ada penjual makanan, souvenir, dll. Jadi heran juga, kenapa dulu orang-orang bisa kelaparan ya ? kan banyak penjual makanan. Atau mungkin karena banyaknya orang yang perlu makanan, penjualnya jadi kehabisan stok jualan. Penjualnya makanannya juga cuma beberapa kios. Semoga besok kami baik-baik saja. Yang terpenting survey terowongan yang mau kita lewati besok saat lempat jumrah.
Siangnya hujan sangat deras. Orang-orang pada keluar. Rupanya, mereka menyelamatkan sandal atau sepatu. Karena aliran air sangat deras, jadi sandal-sandal kami hanyut. Kami pasrah, sudahlah cari selamat saja, di luar hujan deras sekali dan dingin. Apalagi pakaian ihrom yang kami bawa hanya punya satu persediaan. Kalau basah, tidak ada gantinya. Ternyata Allah masih menyayangi kami, ada seorang bapak teriak, bu… ini sepatunya !!!. Ah, kok dia bisa tahu itu sepatu saya. Alhamdulillah lagi.
Malamnya suhu sangat dingin, padahal AC tenda sudah dimatikan. makan malam terlambat datang. Alhamdulillah ada ibu yang bawa bekal selimut hotel ke sini. Jadilah kami berbagi selimut.
Besoknya setelah sholat subuh, kami diinstruksikan bersiap-siap ke Arafah. Semua perbekalan di tinggal di tenda. Kami hanya membawa peralatan bersih diri secukupnya. Karena kami tidak akan menginap di Arafah. Kami akan menghabiskan siang di Arafah. Lalu setelah sholat maghrib berangkat ke Muzdalifah dan akhirnya kembali lagi ke tenda mina ini.
Kamis, 20 Januari 2011
ANAK SAYA KEBANYAKAN NONTON TV !
Ada berapa ibu yang merasa anaknya begitu ? tidak ada datanya. Tapi pasti banyak sekali.
Ya, TV ‘kotak ajaib’ yang dipelototi tiap hari oleh semua usia. Tapi bagi anak-anak yang punya banyak tugas yang harus dikerjakan. Sepertinya pembagian porsi untuk ‘kotak’ ini menjadi terlalu besar.
Kita lihat dulu tugas anak, apa sih ? bermain, sosialisasi, sekolah, belajar di rumah, bantu ibu, dll. Lalu apa pentingnya tv untuk anak ? untuk pengetahuan, informasi, salah satu sarana belajar, sumber bahan yang bisa untuk digosipkan pada teman-temannya. Tidak ada bedanya 'kan sama orang tua ?
Vonis bahwa Porsi untuk TV terlalu banyak, karena ternyata porsi untuk menonton hiburan yang paling banyak. Bukankah orang tua lebih senang jika anaknya menonton acara discovery channel atau tebak cermat daripada film kartun ?
Sehingga pada beberapa acara pertemuan orang tua dan sekolah, ada orang tua siswa yang bilang, kami haramkan TV untuk anak saya. Sebagai nara sumber saya mencoba untuk bersikap arif. Saya bilang, itu tidak salah, boleh saja. Tapi lihatlah apa fungsi TV untuk anak. Jika semua fungsi TV bisa dipenuhi oleh orang tua, boleh saja tidak punya TV.
Fungsi hiburan, boleh tidak ada TV jika hiburan anak sudah cukup atau tertutupi oleh kegiatan hiburan lain, seperti : main bola, petak umpet dll.
Fungsi informasi dan pengetahuan. Boleh tidak ada TV jika orang tua bila melengkapi informasi dan pengetahuan untuk anaknya. Seperti : ada komik, bacaan atau VCD pengetahuan, ibu/ayah suka mendongeng atau membacakan cerita.
Fungsi sosialisasi. Sebagai orang tua kira tidak boleh egois. Ingat, anak juga perlu bersosialisasi dengan teman sebayanya. Salah satu bahan untuk bersosialisasi adalah acara TV. Jangan sampai anak merasa tersisih karena tidak bisa mengikuti pembicaraan teman sepermainannya,saat mereka sedang mambahas acara TV.
Setiap rumah tangga memang bisa menerapkan kebijakan sendiri untuk anak-anaknya. Semuanya didasarkan pada persepsi memberi kebaikan untuk anak. Jadi, jika kekurangan tidak adanya TV di rumah bisa ditutupi oleh aktivitas lain, Oke, let’s go usir TV dari rumah.
Ya, TV ‘kotak ajaib’ yang dipelototi tiap hari oleh semua usia. Tapi bagi anak-anak yang punya banyak tugas yang harus dikerjakan. Sepertinya pembagian porsi untuk ‘kotak’ ini menjadi terlalu besar.
Kita lihat dulu tugas anak, apa sih ? bermain, sosialisasi, sekolah, belajar di rumah, bantu ibu, dll. Lalu apa pentingnya tv untuk anak ? untuk pengetahuan, informasi, salah satu sarana belajar, sumber bahan yang bisa untuk digosipkan pada teman-temannya. Tidak ada bedanya 'kan sama orang tua ?
Vonis bahwa Porsi untuk TV terlalu banyak, karena ternyata porsi untuk menonton hiburan yang paling banyak. Bukankah orang tua lebih senang jika anaknya menonton acara discovery channel atau tebak cermat daripada film kartun ?
Sehingga pada beberapa acara pertemuan orang tua dan sekolah, ada orang tua siswa yang bilang, kami haramkan TV untuk anak saya. Sebagai nara sumber saya mencoba untuk bersikap arif. Saya bilang, itu tidak salah, boleh saja. Tapi lihatlah apa fungsi TV untuk anak. Jika semua fungsi TV bisa dipenuhi oleh orang tua, boleh saja tidak punya TV.
Fungsi hiburan, boleh tidak ada TV jika hiburan anak sudah cukup atau tertutupi oleh kegiatan hiburan lain, seperti : main bola, petak umpet dll.
Fungsi informasi dan pengetahuan. Boleh tidak ada TV jika orang tua bila melengkapi informasi dan pengetahuan untuk anaknya. Seperti : ada komik, bacaan atau VCD pengetahuan, ibu/ayah suka mendongeng atau membacakan cerita.
Fungsi sosialisasi. Sebagai orang tua kira tidak boleh egois. Ingat, anak juga perlu bersosialisasi dengan teman sebayanya. Salah satu bahan untuk bersosialisasi adalah acara TV. Jangan sampai anak merasa tersisih karena tidak bisa mengikuti pembicaraan teman sepermainannya,saat mereka sedang mambahas acara TV.
Setiap rumah tangga memang bisa menerapkan kebijakan sendiri untuk anak-anaknya. Semuanya didasarkan pada persepsi memberi kebaikan untuk anak. Jadi, jika kekurangan tidak adanya TV di rumah bisa ditutupi oleh aktivitas lain, Oke, let’s go usir TV dari rumah.
PERLUKAH ANAK USIA 3 TH TES IQ ?
Ini pertanyaan yang sering muncul, terutama saat tahun ajaran baru. Sebagian besar penanya adalah ibu-ibu. Sebetulnya ada beberapa alasan untuk mengetas IQ, misalnya :
Menurut pengamat/ahli perkembangan anak, kemampuan anak belum mengerucut ke dalam potensi yang nyata terlihat. Artinya anak dapat melakukan apasaja seperti yang diajarkan atau yang dicontohkan orang lain di sekitarnya. Sehingga anak akan melakukan aktivitas sepanjang ia mengenalnya.
Ahli perkembangan lain juga mengatakan bahwa, ini adalah masa mencoba pada anak. Anak akan melakukan apapun yang baru. Apalagi jika hal baru itu, merupakan kegiatan-kegiatan yang khas untuk anak. Yaitu kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik, menempel kertas warna-warni, permainan tebak-tebakan, dll. Juga memperkenalkan berbagai macam jenis permainan.
Ahli perkembangan ini juga menegaskan bahwa penting untuk memastikan anak ‘bermain’ dengan gembira. Dan berikan pengalaman rasa berhasil atau puas setelah berhasil menyelesaikan permainan. Inilah yang disebut dengan ‘AHA moment’. Rasa puas akan menularkan semangatnya pada kegiatan lain. Bukankah kalau kita amati, anak selalu bermain dengan sungguh-sungguh, mereka tidak pernah bermain dengan ’main-main’.
Secara umum, memang kemampuan nyata anak masih belum jelas di masa balita ini. Kita belum tahu ia berpotensi pada sains seperti berhitung, fisika, kimia. Atau kemampuan musical, melukis, ahli bahasa atau yang lainnya. Yang kita tahu hanyalah bahwa jika anak diperkenalkan pada satu alat musik dia bisa melakukannya. Jika kita ajarkan membaca huruf atau angka, dia bisa memahami. Jika kita ajarkan melukis, dia juga bisa mempraktekkannya. Dan dia bisa melakukan apapun yang diajarkan.
Jadi bagaimana kita tahu potensi anak kita pada usia ini ? jawabnya adalah amati !
Amati jenis permainan atau pengetahuan mana yang ia lakukan dengan gembira. Jenis pengetahuan apa yang bisa ia kuasai dengan cepat. Jenis pengetahuan apa yang bisa ia kuasai dengan cepat dan cermat atau sempurna. Sebenarnya 'suka' dan 'bisa' pada sesuatu hal memiliki makna yang berbeda. Tapi pada batita ini bisa menjadi gambaran potensinya, saat ini.
Memang, pada anak-anak tertentu, potensinya sudah terlihat sejak dini. Tapi sekali lagi jika kita belum memperkenalkannya, kita tidak tahu. Kalau itu kebisaannya. Jadi untuk anak usia ini, berikan saja apapun yang anda tahu. Kemudian amati. Pada akhirnya, anda akan menemukan mana potensi yang menonjol. kalau sudah tahu yang mana, tinggal difokuskan saja pada bidang tersebut, sebut saja bermain biola misalnya. yaitu fokus pada melengkapi pengetahuan dan menambah fasilitas yang menunjang permainan biola.
Jadi saya simpulkan, kalau ada lagi yang bertanya perlukah anak saya yang berusia 3 tahun di tes intelegensi ? jelas ‘kan jawabannya ? TIDAK PERLU.
- Untuk mengetahui peta potensi anak
- Untuk mengetahui potensi mana yang paling menonjol
- Untuk memperlakukan anak dengan ‘adil’ sesuai potensinya
- Untuk mengetahui seberapa batas kemampuan anak
Menurut pengamat/ahli perkembangan anak, kemampuan anak belum mengerucut ke dalam potensi yang nyata terlihat. Artinya anak dapat melakukan apasaja seperti yang diajarkan atau yang dicontohkan orang lain di sekitarnya. Sehingga anak akan melakukan aktivitas sepanjang ia mengenalnya.
Ahli perkembangan lain juga mengatakan bahwa, ini adalah masa mencoba pada anak. Anak akan melakukan apapun yang baru. Apalagi jika hal baru itu, merupakan kegiatan-kegiatan yang khas untuk anak. Yaitu kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik, menempel kertas warna-warni, permainan tebak-tebakan, dll. Juga memperkenalkan berbagai macam jenis permainan.
Ahli perkembangan ini juga menegaskan bahwa penting untuk memastikan anak ‘bermain’ dengan gembira. Dan berikan pengalaman rasa berhasil atau puas setelah berhasil menyelesaikan permainan. Inilah yang disebut dengan ‘AHA moment’. Rasa puas akan menularkan semangatnya pada kegiatan lain. Bukankah kalau kita amati, anak selalu bermain dengan sungguh-sungguh, mereka tidak pernah bermain dengan ’main-main’.
Secara umum, memang kemampuan nyata anak masih belum jelas di masa balita ini. Kita belum tahu ia berpotensi pada sains seperti berhitung, fisika, kimia. Atau kemampuan musical, melukis, ahli bahasa atau yang lainnya. Yang kita tahu hanyalah bahwa jika anak diperkenalkan pada satu alat musik dia bisa melakukannya. Jika kita ajarkan membaca huruf atau angka, dia bisa memahami. Jika kita ajarkan melukis, dia juga bisa mempraktekkannya. Dan dia bisa melakukan apapun yang diajarkan.
Jadi bagaimana kita tahu potensi anak kita pada usia ini ? jawabnya adalah amati !
Amati jenis permainan atau pengetahuan mana yang ia lakukan dengan gembira. Jenis pengetahuan apa yang bisa ia kuasai dengan cepat. Jenis pengetahuan apa yang bisa ia kuasai dengan cepat dan cermat atau sempurna. Sebenarnya 'suka' dan 'bisa' pada sesuatu hal memiliki makna yang berbeda. Tapi pada batita ini bisa menjadi gambaran potensinya, saat ini.
Memang, pada anak-anak tertentu, potensinya sudah terlihat sejak dini. Tapi sekali lagi jika kita belum memperkenalkannya, kita tidak tahu. Kalau itu kebisaannya. Jadi untuk anak usia ini, berikan saja apapun yang anda tahu. Kemudian amati. Pada akhirnya, anda akan menemukan mana potensi yang menonjol. kalau sudah tahu yang mana, tinggal difokuskan saja pada bidang tersebut, sebut saja bermain biola misalnya. yaitu fokus pada melengkapi pengetahuan dan menambah fasilitas yang menunjang permainan biola.
Jadi saya simpulkan, kalau ada lagi yang bertanya perlukah anak saya yang berusia 3 tahun di tes intelegensi ? jelas ‘kan jawabannya ? TIDAK PERLU.
Langganan:
Komentar (Atom)