Senin, 07 Februari 2011

BERKUMPUL DI MUZDALIFAH

Begitu waktu maghrib tiba, bersiap untuk pindah ke Muzdalifah. Kami mendapat jatah makan malam lebih dulu. Tapi karena situasi sibuk, dan takut ketinggalan bus. Ada yang antre makan ada yang tidak. Kebanyakan melakukan sholat, jamak maghrib & isya lebih dulu. Tuntunan yang kami dapatkan adalah sholat maghrib dan isya di jamak takhir di Muzdalifah. Tapi karena melihat teman2 sholat, aku keder juga. Melihat suasana yang hiruk pikuk, ada yang mengepak perbekalan, antre makan, antre kamar mandi, antre nunggu bis, sholat, jadi ikutan bingung. Tapi mas nang bilang ‘kita sholat di Muzdalifah’. Kalau sudah gitu, nurut aja deh. Jadinya kita antre makan.
Antre bus juga harus penuh kesabaran. Jangan nyelonong aja. Lihat nomor busnya. Karena nomor bus itu adalah bus yang memang diperuntukkan untuk kelompok kita. Kalau keliru naik, bisa-bisa kita tidak sampai di kemah kita yang di Mina. Ya memang, bus ini trayeknya berputar aja sesuai dengan nomornya. Jadi nomor antrean kita di arafah – Muzdalifah PP. Bus nomor yang sama, nantinya juga akan mengantar dari Muzdalifah – Mina PP. Yang gitu namanya sistem taraddudi. Jadi kalau salah naik bus, nggak tahulah kita diantar kemana. Waktu briefing kemaren sudah dikatakan oleh pembimbing. Kalau kita hilang atau tersesat di masjidil Haram, kita akan dicari. Tapi kalau hilang di arafah, Muzdalifah atau Mina, kita dicarinya setelah acara haji selesai semua. ‘kan horor ‘tuh. Jadi ikut perintah aja deh.
Kita diperintahkan naik bus dengan sigap. Kapasitas bus tidak dibatasi. Pokoknya kayak naik bus ekonomi di Indonesia. Dimasuki orang sampai sepertinya menempatkan kaki aja sulit.
Muzdalifah, tanah lapang yang sangat luas. Tifak ada tenda, tapi sudah disiapkan terpal untuk kita duduk sejenak dan suasana ramai tapi terasa sepi. Berdiam di Muzdalifah hukumnya wajib. Sebetulnya di sini, kita hanya berdiam sebentar. Tidak ada kewajiban melakukan apapun. Tapi baik juga mengisi waktunya dengan berdo’a atau istighfar. Teman-teman sibuk mengambil batu. Kami berdua mengambil batu secukupnya, hanya untuk besok saja. Tuntunan yang kami yakini begitu. Sedangkan untuk jumrah selanjutnya boleh ambil batu dimana saja. Di Mina juga boleh. Tapi ada anggapan umum di kalangan jamaah haji, ambil batu untuk jumrah, ya di Muzdalifah ini. Ada banyak batu di sini. Tapi lampu senter yang kami persiapkan, tidak dipakai karena suasana sudah terang benderang. Anjuran membawa senter, kayaknya berasal dari jamaah haji bertahun yang lalu. Saat muzdalifah masih gelap, belum diterangi lampu.
Turun bus, Aku langsung melihat-lihat tempat yang enak untuk sholat. Kita ‘kan belum sholat maghrib. Padalah sekarang sudah isya. Kata mas nang tenang aja. Tapi aku sepertinya terbawa suasana. Jadi sepertinya panik, ingin segera melaksanakan sholat. Akhirnya mas nang ngalah, cari tempat yang tenang, lalu sholat. Di kelompok kami, yang sholat hanya kami saja. Sedangkan di sekitar, ada banyak yang juga baru sholat maghrib dan isya di jamak seperti kami.
Ambil batu sudah, sholat sudah. Apalagi ? ya nunggu. Nunggu waktu berangkat ke Mina. Jadi ambil posisi yang enak untuk istirahat/tidur. Tapi nggak bisa tidur. Karena kondisinya, kondisi siap-siap berangkat lagi. Kalau kelompok lain ada yang langsung tidur. Memang ada juga yang beranggapan bahwa berangkat ke mina besok paginya. Afdholnya memang begitu. Berangkat setelah sholat subuh. Tapi kelompok kami beranggapan jika semua berpendapat seperti itu, nanti akan kerepotan sendiri. Bayangkan jutaan orang diberangkatkan dalam waktu yang bersamaan, bisa-bisa sampai di Mina sudah siang.
Jadwal awal berangkat ke Mina setelah pk 00.00. sebelum itu tidak sah. Kalau melanggar dendanya memotong 1 ekor kambing.
Akhirnya, pukul 23.00 komando untuk antre naik bis datang juga. Kami antre di pintu pagar. Sebetulnya jadwal untuk naik bis sudah ada. Tapi ada kelompok lain yang main serobot aja. Jadi situasinya betul-betul hiruk pikuk. Pembimbing dengan corongnya. Mengingatkan kita untuk antre, sekaligus mengingatkan kelompok lain, bahwa saat ini adalah hak kita. Ditambah lagi, ada petugas arab yang mengingatkan dengan bahasa Indonesia seadanya. Kelompok lain itu, kalau di dengar dari logatnya, kayaknya dari daerah jawa barat. Ada anggota kelompok itu yang sungkan juga, mereka menyingkir. Tapi ada juga yang ngotot, jadilah berebutan dengan mereka naik bus. Akhirnya ada beberapa orang kelompok lain di dalam bus. Mereka naik bisnya bener nggak jalurnya ? waduh, eling pak, melanggar hak orang lain, dholim tuh. Meninggalkan Muzdlalifah pukul 01.00 (antri 2 jam sejak ada komando untuk antri). Melebihi tengah malam, berarti sudah memenuhi syarat sebagai mabit di Muzdlalifah.
Sampai di tenda Mina. Ada tantangan baru. Mencari kapling untuk tidur. Maklumlah, kita ‘kan akan tidur di sini, minimal 3 hari. Kita hanya disediakan satu tenda besar untuk 225 orang. Ada ibu yang tetap ingin tidur di sebelah bapaknya. Wah, rumit juga nih urusannya. Akhirnya suara terbanyak menang. Dibuat garis pembatas dari tumpukan tas kami sendiri. Bagian sana untuk bapak2, bagian sini untuk ibu2. Beres deh. Dan disepakati lempar jumrahnya berangkat pk 7.00. pagi. Berarti lempar jumrahnya pk 8.00, waktu dhuha. Wah waktu afdhol ‘tuh. Semoga lancar dan selamat.

Related Posts sesuai kategori



Tidak ada komentar:

Posting Komentar