Pintu pemeriksaan kedua, pemeriksaan paspor. Alur antrean dipisah antara pria dan wanita. Ada ibu yang kelihatan berat berpisah jalur antran dengan suaminya. Kayaknya masih shock ada di tempat asing. Petugasnya masih sangat muda, ramah, senyum-senyum, mencoba berkomunikasi pakai bahasa indonesia. Lucunya petugas bandara diajak ngomong bahasa inggris nggak bisa. Padahal kalau di Indonesia, standarnya, petugas bandara adalah bisa bahasa inggris. Minimal tahu sama tahu maksudnya. Paspor di’dok’. Resmi deh masuk Arab.
Di pintu pemeriksaan ketiga, pemeriksaan isi tas. Tapi tidak dibuka, cuma dilihat lewat X-ray saja. Jadi cepat.
Pintu keempat. Ini yang kami tidak tahu. Ini pemeriksaan untuk apa ? tapi masya Allah perjuangan untuk diperiksa di sini yang lebih membutuhkan perjuangan. Pemeriksaan tas ternyata tidak ketat banget. Sepertinya petugas sudah lelah memelototi tas-tas yang mengalir di x-ray. Tidak ada sistem antre, siapa cepat dia dapat. Setelah ini selesailah semua rangkaian pemeriksaan. Belakangan setelah semua proses perjalanan haji selesai, baru terasa saat inilah yang paling capek dan mandi keringat.
Kami di arahkan ke ruang tunggu untuk menunggu bis yang akan membawa ke pondokan. Ruang tunggu ini sudah di kelompokkan berdasarkan negara asal jamaah. Jadi kami di sini bertemu dengan jamaan dari Indonesia saja.
Kami berburu kamar mandi. kami akan sholat maghrib dan isya di jamak. Alhamdulillah antrean tidak banyak, tapi harus sabar.
Kelompok kami menunggu kira-kira 2 jam. Lalu ada perintah untuk antre masuk bus. Di sebelah kelompok kami ada, kelompok yang sepertinya dari daerah Sumatra. Mereka sudah berbaris lebih lama, kira-kira mereka sudah berada dalam barisan selama ½ jam. Jadi kami mempersiapkan diri untuk bersabar antra lebih lama dari mereka. Petugas haji Indonesia di sini kelihatan galak dan pemarah. Mungkin mereka juga sudah capek atau bosan, tapi jengkel juga diperlakukan seperti anak kecil. Dibentak dan dimarahi. Sebel. Petugas Arabnya sendiri malah lebih sabar dan ramah. Aku ingat, kata seorang teman orang Indonesia ini masih bermental inlander.
Kami antre hanya kira-kira ½ jam, kami disuruh berjalan memasuki bis, sesuai dengan nomor rombongannya. Alhamdulillah. Padahal kelompok dari Sumatra tadi, belum dipanggil. Kami dilayani duluan. Di dalam bus semua paspor dikumpulkan, diperiksa lalu dibawa oleh petugas yang dari Arab. Yah, kami adalah jamaah haji Indonesia pertama yang menggunakan paspor hijau. Kata teman, kalau dipegang sendiri, ditakutkan ada yang akan jalan-jalan ke tempat lain. Misalnya ke Mesir. Wah, nggak kepikir ‘tuh. Pokoknya ke sini mau ibadah.
Perjalanan Jeddah-Makkah, 2 jam. Bergantian ada yang memimpin Talbiyah. Tapi, karena capek dan ngantuk akhirnya, suasana jadi sepi. Mulai dari Jeddah sampai Makkah, aliran suplai makanan mengalir terus. Nasi kotak, buah, kue, pokoknya lengkap deh. Kalau dimakan semua kenyang ‘tuh. Ada welcome drinknya lagi, yang jelas air zam zam botolan. Tapi sayang kalau diminum, jadi disimpan. Itu disimpan, sampai kembali ke Indonesia. Aku minum air aqua biasa.
Akhirnya sampai juga di pondokan. Ternyata di daerah Jarwal. Kata petugas indonesia jarak pondokan-Masjidil Haram 1 km. Tapi, setelah kami jalani ternyata 2 km. Dasar !
Kami tetap di dalam bis, belum boleh turun. Sebelum pembagian kamar tuntas. Betul juga. Ternyata salah tempat, gedung ini bukan gedung yang sebenarnya dituju. Bus berjalan lagi mencari gedung yang memang diperuntukkan untuk kami. Sejak manasik, kami memang dipesan untuk tetap dalam bus, sampai karom memberi komando boleh turun.
Sampai juga di pondokan kami yang sebenarnya. Ternyata tidak jauh dari tempat yang tadi. Sementara menunggu karom berunding membagi kamar, kami hanya melihat-lihat suasana luar dari dalam bus. Melihat proses koper-koper kami diturunkan. Miris juga melihatnya. Bagaimana tidak ? koper kami dibuang saja dari atas bus. Nggak heran, ada majic jar teman kami yang pecah, piring pecah, yang bawa minyak, bocor, bahkan besi penahan koper, patah. Untung magic jar kamisendiri, kami masukkan ke tas tenteng. 15 menit menunggu terasa sangat lama, karena kami ingin istirahat. Akhirnya kami diperbolehkan turun bus.
Aku dan mas nang dapat kamar di lantai 6. Lantai tertinggi lantai 8. Jadi termasuk paling atas. Sekamar 4 orang, 2 pasang suami istri. Sebetulnya aku lebih sreg kalau sekamar isinya wanita semua, tapi para ibu tidak ada yang mau diajak berkumpul sekamar. Barangkali mereka lebih pede kalau didampingi suami, di tempat asing ini. Jadi, yah pasrah ajalah, selama 1 bulan di dalam atau diluar kamar harus berpakaian lengkap seperti ini.
Saat itu sudah pk 2 pagi. Sebetulnya sudah sangat capek. Tapi kami masih harus melakukan umroh wajib. Kalau mau melaksanakannya besok pagi setelah istirahat tidur, boleh saja. Tapi ada semangat ingin segera melaksanakan umrah. Selain itu, masjidil haram yang kami rindukan tinggal selangkah lagi. Kami ingin segera melihatnya.
Koordinasi kelompok sudah sulit dilakukan. Kami belum tahu Rombongan kami ada di kamar mana. Akhirnya teman sekamar dan sebelah kamar sepakat, kita umrah sekarang. Ternyata setelah turun, banyak juga yang siap-siap berangkat umrah.
Pk 2.30 kami berangkat. Semua belum tahu jalan ke arah masjidil Haram. Petugas haji sudah tidak ada. Jadi kami nekat aja berangkat. Lewat terowongan Sulaimaniyah. Masuk terowongan suasananya horor juga. Ada sih jalan khusus untuk pejalan kaki, tapi suara penyedot udaranya bising sekali. Apalagi ada teman yang menggunakan kursi roda. Kursi rodanya tidak muat di jalan setapak. Jadi harus melewati jalan utama, jalan kendaraan mobil, bus, truk. Padahal kendaraan melaju sangat kencang. Alhamdulillah sampai juga dengan selamat.
Dari kejauhan tampak menara masjid. Hati ini rasanya sudah membuncah. Haru yang teramat sangat. Pembimbing kami menuntun untuk masuk melewati pintu Babussalam. Gerbangnya besar tapi dengan banyaknya jamaah sepertinya pintu ini jadi sempit. Kami sangat berdesak-desakan. Begitu masuk terdengar suara adzan berkumandang. Wah, waktunya sholat subuh. Kami masing-masing semburat cari posisi untuk sholat. Sejak masuk berdesak-desakan kami sudah terpencar. Sekarang rombongan betul-betul amburadul. Mandiri betulan. Aku dan mas nang aja berpisah tempat. Pokoknya di mana ada tempat secuil, tongkrongin aja. Aku segera sholat sunnah tahiyatul masjid, kemudian sholat sunnah sebelum subuh. Setelah itu, menunggu sholat subuh. Nunggunya lamaaaa sekali. Eh, tahu-tahu ada adzan lagi. Tahulah kami, Ternyata adzan yang tadi adalah adzan pertama. Yaitu 1 jam sebelum sholat subuh. Busyet deh, sudah semangat 45 gini, jadi geli sendiri. Kurang informasi, sih.
Setelah sholat subuh, aku ditepuk seseorang. Ternyata mas nang. Ayo thawaf sekarang. Gak usah nunggu yang lain. Oke deh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar