Antre kamar mandi betul-betul perjuangan. Sejak di tangah air sudah diingatkan bahwa antre ke kamar mandi di Mina ini bisa sampai 2 jam. Tapi pengalaman kami nggak sampai segitu kok. Kira-kira ½ jam udah dapat giliran masuk kamar mandi. tapi ibu-ibu tua, yang sulit menahan, yah langsung buang air kecil dalam antrean. Jijik ? mungkin. Tapi yang pasti. Baju ihrom kita kalau kecipratan, ‘kan najis. Harus ganti. Padahal bawa persediaan ganti cuma satu, itu juga gantinya nanti kalau sudah lempar jumrah Aqabah.
Minuman hangat juga disediakan, tapi siapa cepat dia dapat. Karena banyak yang minum hangat nambah terus. Maklum suhu udara di Mina saat itu dingin menggigit. Jadi melawannya dengan minuman hangat.
Tapi, meskipun tidak kebagian teh, susu atau kopi, nggak apa-apa kok. Kami sudah membawa bekal itu semua. Kalau air panas tinggal ambil di dapur. Di situ ada keran air panasnya. Tinggal ambil.
Pk 7.00 kami berbaris, berangkat melempar jumrah. Ke luar areal tenda. Barisan kelompok lain juga terlihat. Dari perkemahan kami – tempat pelemparan melewati 2 terowongan, ber-AC. Berjarak kira-kira 2 km.
Kami berjalan pelan-pelan, karena cepat juga tidak mungkin, akibat sesaknya orang. Aku dan mas nang menggumamkan talbiah sesuai tuntunan yang kami yakini, tapi kelompok kami mengumandangkan sholawat. Ada juga kelompok lain yang seperti kami bertalbiyah, kebanyakan jamaah Turki. Akhirnya ada juga kelompok kami yang hilang keyakinannya, ikut-ikutan bertalbiyah.
Semakin mendekati tempat yang dituju. Situasi semakin ramai. Situasinya terasa seperti masuk kamp peperangan. Tentara Arab berjaga-jaga. Berjajar, seperti pagar betis. Lengkap dengan senjatanya pula. Helikopter militer berputar-putar di atas.
Sepertinya memang penanganan orang sebanyak ini, harus dengan sistem militer. Soalnya orang-orang yang bandel banyak juga. Dan dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Ketidakteraturan berakhir pada kekacauan dan kematian massal.
Gedung tempat pelemparan jumrah ada 6 lantai. Tapi yang beroprasi masing 4 lantai. Masing-masing lantai ada jalan masuknya sendiri, jalurnya satu arah. Jadi, kalau salah ambil jalur masuk, kita tidak diperbolehkan berbalik. Ya, jalan terus aja.
Kami dituntun oleh pembimbing untuk masuk ke jalur lantai satu. Di dalam gendung tentara berjajar, sesuai dengan jalur yang harus kami lewati. Kami tidak boleh ambil jalur lain. Padalah kami ingin lempar jumrah dari sebelah kanan, karena berarti melemparnya menghadap ka’bah. Tuntunannya begitu.
Tempat pelemparan berbentuk mangkuk raksasa lonjong. Ditengahnya ada tembok untuk sasaran melempar. Sampai ditempat pelemparan. Orang-orang segera berebutan melempar. Tapi, ‘sabar, jangan keburu lempar, jalan aja terus sampai di ujung satunya’, gitu kata mas nang. Betul juga di ujung satunya situasi sepi jadi kami bisa melempar dengan bebas di bibir ‘mangkuknya’. Allahu Akbar, dan melempar 7X. Alhamdulillah, satu kewajiban lagi sudah terlampaui.
Ada orang, kelihatannya orang India, mengacungkan jempol lalu bilang Haj ? aku bingung, mas nang menyambut Haj ! lalu ia menepuk-nepuk bahu mas nang. Oo rupanya, itu adalah ekspresi lega salah satu prosesi wajib terlampaui. Ya memang, setelah melempar jumrah Aqabah ini, artinya kami sudah terbebas dari suasana ihrom. Kami mencukur rambut, dan sudah bebas dari larangan selama ihrom.
Kami diwajibkan selalu berjalan, dilarang diam. Para tentara akan mengingatkan, untuk terus bergerak. Jadi kami berjalan pelan-pelan sambil berdo’a. lalu bergantian saling memotong rambut, untuk tahallul.
Alhamdulillah lancar.
Selama di tanah air kami diberi gambaran bahwa tantangan melempar jumrah adalah berdesak-desakan saat melempar jumrah. Maklum jutaan orang memiliki tujuan yang sama, di tempat yang sama. Apalagi kami memilih melempar di waktu favorit atau afdhol.
Perjalanan pulang ke perkemahan ternyata lebih ramai. Orang-orang ada yang langsung menggundul kepalanya di sama. Jadinya pemandangan pangkas rambut liar dipinggir jalan. Beserta tumpukan rambut-rambut. Ih, jorok.
Saat pulang ini kami meneriakkan takbir. Kelompok kami juga bertakbir. Untuk yang satu ini, kami memang tidak diajari saat manasik. Tapi dengan banyaknya orang meneriakkan takbir. Ikutlah kami semua bertakbir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar